Pandemi yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 memang menjadi awal banyak perusahaan gulung tikar. Pemerintah mencoba berbagai upaya untuk menyelamatkan banyak perusahaan yang masih berjuang untuk bertahan.
Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 tahun 2020. Lewat PP ini perusahaan mendapat keringanan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan sampai 99%.
Pembebasan Iuran BPJS Ketenagakerjaan
Relaksasi potongan biaya iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yakni BPJS Ketenagakerjaan sudah berjalan. Keputusan ini sesuai dengan PP No. 49 tahun 2020 yang dijelaskan sekilas di atas. Kebijakan ini diterapkan dalam rangka untuk mengurangi dampak dari tekanan pandemi Covid-19 untuk kalangan pelaku usaha.
Sayangnya dari pihak pelaku usaha atau pengusaha banyak yang berujar jika kebijakan tersebut tidak banyak membantu. Mengapa? Jadi relaksasi PP tersebut dianggap sudah terlambat selain itu potongan biaya sebesar 99% diakui banyak pelaku usaha tidak memberikan bantuan secara signifikan.
Shinta W Kamdani selaku Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengatakan bahwa relaksasi tersebut seharusnya sudah mulai dilakukan sejak Mei 2020. Namun aktualnya dijalankan pertama kali di bulan Juni-Juli 2020, padahal antara bulan Maret-April 2020 saja sudah banyak pelaku usaha yang gulung tikar.
Pada masa awal pandemi sudah banyak perusahaan yang kesulitan untuk menanggung biaya operasional. Terlihat dari banyaknya karyawan yang mengalami PHK dan kebijakan menjalankan WFH (work from home) pun tidak memberi pengaruh signifikan bagi pemasukan perusahaan.
Adanya tuntutan untuk memberi separuh gaji pada karyawan WFH juga menjadi tekanan tersendiri bagi pelaku usaha.
Selain itu, sejak awal pandemi juga diketahui banyak perusahaan yang sudah menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan. Langkah ini banyak ditempuh pelaku usaha demi bisa tetap menggaji karyawannya. Terhitung sejak Mei 2020 ada 116.705 perusahaan yang mengajukan keringanan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Keterlambatan relaksasi membuat kebijakan dari PP No. 49 tersebut dirasa kurang efektif atau kurang tepat. Ditambah lagi penerapannya pun tidak serta merta bisa langsung dinikmati pelaku usaha. Sebab oleh pemerintah diberlakukan sejumlah syarat untuk mendapatkan keringanan sebesar 99% tadi.
Syarat ini juga dirasa memberatkan, dan salah satunya adalah kewajiban perusahaan menyelesaikan tunggakan BPJS Ketenagakerjaan sampai bulan Juli 2020. Apabila di bulan Maret sampai April saja sudah banyak yang memilih menunggak karena kondisi perusahaan yang goyah. Bagaimana mungkin perusahaan bisa melunasi tunggakan sampai Juli 2020 untuk bisa mendapatkan relaksasi 99% tadi?
Ketidakpuasan para pelaku usaha terhadap isi dari PP No. 49 tahun 2020 ini pun dituangkan juga di dalam banyak kesempatan. Ketua Komite Jaminan Sosial DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia yakni bapak Soeprayitno juga menyampaikan ketidakpuasan tersebut. Diharapkan tentu saja isi dari PP dikembangkan agar benar-benar meringankan beban pelaku usaha.